Seni Rupa: PENINGKATAN KEMAMPUAN BERKARYA SENI GRAFIS CETAK TINGGI TEKNIK HARDBOARDCUT
Table of Contents
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERKARYA SENI GRAFIS
CETAK TINGGI TEKNIK HARDBOARDCUT
MELALUI PENDEKATAN EKSPRESIF-KREATIF
SISWA KELAS VIII A SMP NEGERI 25 MALANG
Fajar Cahyono
Universitas Negeri Malang
E-Mail: Fajarcahyono07@yahoo.com
ABSTRAK:
Dalam pelaksanaan pembelajaran
seni rupa di sekolah, siswa belum mampu berkarya seni grafis cetak tinggi
secara maksimal, hal ini disebabkan pembelajaran seni grafis yang disajikan
belum memanfaatkan teknik cetak tinggi dengan pendekatan yang tepat. untuk
meningkatkan kemampuan tersebut diupayakan melalui pendekatan Ekspresi-Kreasi
yang diharapkan akan mampu membantu dalam berkarya seni grafis teknik
Hardboardcut.
Tujuan penelitian peningkatan berkarya seni grafis
teknik hardboardcut ini adalah
(1) meningkatkan kemampuan berkarya seni grafis teknik hardboardcut pada tahap
pengkonsepan atau perancangan berkarya, dan (2) meningkatkan kemampuan bekarya
seni grafis teknik hardboardcut pada tahap berkarya.
Pendekatan penelitian ini
adalah pendekatan deskriptif kualitatif dengan rancangan penelitian tindakan
kelas yang dilaksanakan melalui tahapan studi pendahuluan, perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Tindakan dilakukan secara kolaboratif
antara guru dengan peneliti. Sumber data penelitian ini adalah siswa dan guru.
Instrumen yang digunakan oleh peneliti berupa pedoman observasi, catatan lapangan, dan pedoman penilaian.
Analisis data dilaksanakan berdasarkan data model alir yang meliputi reduksi
data, penyajian data, dan penarikan simpulan.
Peningkatan kemampuan berkarya
siswa dalam berkarya seni grafis nampak dari hasil pembelajaran pada siklus I
dan siklus II. Pada siklus I hasil pembelajaran berkarya seni grafis masih
belum menunjukkan hasil maksimal, pada tahap perancangan berkarya siklus I
nilai rata-rata kelas 71,53, sedang pada tahap berkarya siklus I nilai
rata-rata kelas 67,74. Berdasarkan hasil refleksi siklus I, dilakukan
perencanaan ulang untuk perbaikan pada siklus II, hasilnya terjadi peningkatan
nilai rata-rata kelas pada tahap perancangan berkarya siklus II menjadi 83,5%
dan tahap berkarya menjadi 81,7%. Secara keseluruhan dari tahap perancangan
berkarya, dan saat berkarya terjadi peningkatan 18,79%. Pembuatan sketsa
meningkat 25%, dan karakter garis meningkat 19,6%. Pada proses pembelajaran
naik 14,29%, keaktifan naik.13,8%, keberanian naik12,22%. sedang dalam hasil
karya siswa mengalami peningkatan 19,51%, pengerolan naik21,94%, dan pengepresan
naik 22,62%, serta teknik naik 18,71%.
Disarankan kepada guru seni
budaya tingkat SMP bila menemui kesulitan dalam mengembangkan kreativitas siswa
terutama ketika proses berkarya seni grafis teknik cetak tinggi mapun teknik
lainnya, untuk memanfaatkan pendekatan dan metode ekspresi-kreasi.Selain itu,
selama proses berkarya disarankan untuk menyiapkan peralatan dan bahan berkarya
yang tepat dengan menggunakan teknik berkarya yang sesuai dengan ketentuan atau
prosedur berkarya seni grafis
Kata Kunci : berkarya seni
grafis, hardboardcut, ekspresi-kreasi, SMP
PENDAHULUAN
Kurikulum mata pelajaran Seni Budaya
memuat aspek konsepsi, apresiasi, dan kreasi yang disusun sebagai suatu
kesatuan. Ketiga aspek kegiatan tersebut harus merupakan rangkaian aktivitas
seni yang harus dialami siswa dalam aktivitas berapresiasi dan berkreasi seni.
Pendidikan seni di sekolah umum pada objeknya diarahkan untuk menumbuhkan
sensitivitas dan kreativitas sehingga terbentuk sikap apresiatif, kritis, dan
kreatif pada diri siswa secara menyeluruh(Depdiknas,2003:4).
Pembelajaran Seni Rupa yang merupakan mata pelajaran kesenian di Sekolah
Menengah Pertama mengacu pada tujuan untuk menumbuhkan sensitivitas dan
kreativitas sehingga terbentuk sikap apresiatif, kritis, dan kreatif pada diri
siswa secara menyeluruh (Depdiknas, 2003:5). Tujuan tersebut dapat disimpulkan
bahwa pengajaran Seni Rupa dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
mengapresiasi seni melalui kegiatan apresiatif, kreatif, dan kritis. Kegiatan
tersebut akan memperdalam rasa, cita, dan karsa siswa dalam menikmati sebuah
karya. Kemampuan ini hanya mungkin tumbuh jika dilakukan serangkaian kegiatan
meliputi pengamatan, analisis, penilaian, serta kreasi dalam setiap aktivitas
seni baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
Penekanan lebih lanjut dalam pembelajaran Seni Rupa dijabarkan dalam
Standar kompetensi pembelajaran Seni Rupa di Sekolah Menangah Pertama
terdiri atas tiga kompetensi, yakni (1) mengapresiasi dan mengekspresikan
karya seni rupa terapan melalui gambar bentuk obyek tiga dimensi, (2)
mengapresiasi dan mengekspresikan karya seni rupa terapan melalui gambar/
lukis, karya seni grafis cetak tinggi dan kriya tekstil batik daerah Nusantara,
(3) Mengapresiasi dan mengekspresikan karya seni rupa murni yang dikembangkan
dari beragam unsur seni rupa Nusantara dan mancanegara (Depdiknas, 2003:14).
Seni rupa adalah cabang seni yang membentuk karya
seni dengan media yang bisa ditangkap mata dan dirasakan dengan rabaan. Kesan
ini diciptakan dengan mengolah konsep garis, bidang, bentuk, volume, warna, tekstur, dan pencahayaan dengan acuan estetika. Seni rupa
dibedakan ke dalam tiga kategori, yaitu seni rupa murni atau seni murni, kriya, dan desain. Seni rupa
murni mengacu kepada karya-karya yang hanya untuk tujuan pemuasan eksresi
pribadi, sementara kriya dan desain lebih menitikberatkan fungsi dan kemudahan
produksi. Seni grafis cetak tinggi tergolong dalam seni murni, hal ini atas
dasar karya yang ditujukan untuk ekspresi pribadi(http://wikipedia.com/senirupa).
Terjemahan seni rupa di dalam Bahasa Inggris
adalah fine art. Namun sesuai perkembangan dunia seni modern, istilah fine
art menjadi lebih spesifik kepada pengertian seni rupa murni untuk
kemudian menggabungkannya dengan desain dan kriya ke dalam bahasan visual
arts (http://Wikipedia.com/senirupa)
Seni rupa murni terbagi dalam 4 bagian yaitu seni
patung, seni lukis, seni keramik dan seni grafis cetak tinggi. Seni rupa murni lebih
mengkhususkan diri pada proses penciptaan karya seninya dilandasi oleh tujuan
untuk memenuhi kebutuhan akan kepuasan batin senimannya.Seni murni diciptakan
berdasarkan kreativitas dan ekspresi yang sangat pribadi (lukis, patung,
grafis, keramik). Namun dalam hal tertentu, karya seni rupa murni itu dapat
pula diperjualbelikan atau memiliki fungsi sebagai benda pajangan dalam sebuah
ruang.
Seni grafis cetak tinggi merupakan seni murni dua
dimensi dikerjakan dengan teknik cetak baik yang bersifat konvensional maupun
melalui penggunaan teknologi . Teknik cetak konvensional antara lain :(1) Cetak
Tinggi (Relief Print) : woodcut print, wood engraving print, lino
cut print, kolase print, (2) Cetak Dalam
(Intaglio) : dry point, etsa, mizotint,sugartint,
(3) Cetak Datar (Planography), dan
(4) Cetak Saring (silk screen ). Teknik Cetak dengan penggunaan teknologi, misalnya offset dan digital
print (http://guruvalah.20m.com)
Seni grafis cetak tinggi mengacu pada penjelasan
di atas tergolong dalam seni murni atau fine art. Hal ini disebabkan proses serta produk seni
grafis cetak tinggi lebih pada pemuasan ekspresi diri bukan untuk tujuan
kemudahan produksi atau fungsional lainnya. Seni grafis cetak tinggi sendiri
memiliki 4 macam teknik, yaitu (1) Teknik Cetak Tinggi atau Relief Print,
di mana tinta berada pada permukaan yang tinggi dari matrix. teknik relief meliputi: cukil kayu, cukil hardboard
, engraving kayu, cukil linoleum/linocut, dan cukil logam/metalcut, (2) Teknik Cetak Dalam atau Intaglio, tinta
berada di permukaan matrix yang dalam sebagai penghantar warna, teknik ini meliputi: engraving, etsa, mezzotint, aquatint, dan drypoint, (3) Teknik Cetak Datar atau planografi dimana matrix
permukaan bagian dalam sebagai penghantar warna, teknik ini meliputi: litografi, monotype dan
teknik digital, dan (4) Teknik Cetak Saring atau stensil, termasuk Cetak
Sablon. (http://wikipedia.com/seni_grafis. diakses tanggal 20 Oktober 2010)
Teknik hardboardcut adalah salah satu
teknik relief print atau teknik cetak
tinggi, sehingga proses berkaryanya identik dengan teknik cetak tinggi yang
memiliki permukaan timbul , yang berfungsi sebagai penghantar tinta(baik
monokrom atau polikrom) adalah bagian atau permukaan yang tinggi atau timbul
tersebut.
Untuk memperoleh wujud acuan yang timbul tersebut
dapat dikerjakan dengan cara menghilangkan bagian-bagian(dengan dicukil) yang
tidak diperlukan menghantarkan tinta, sehingga tinggal bagian-bagian yang
difungsikan sebagai penghantar warna atau tinta.
Salah satu sifat seni grafis cetak tinggi cetak
timbul atau cetak tinggi adalah bila acuannya sendiri diamati baik-baik, maka
permukaan acuan akan tampak sebagai permukaan yang berukir atau berelief.
Karena itu cetak tinggi disebut pula sebagai cetak tinggi atau relief print(Mutarto,1990).
Seni grafis cetak tinggi cetak tinggi memiliki
beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan teknik seni grafis cetak tinggi
yang lainnya diantaranya, (1) seni grafis cetak tinggi cetak tinggi adalah
teknik tertua, sehingga menjadi ciri utama seni grafis cetak tinggi, (2)
sebagai dasar teknik percetakan yang meliputi pembuatan stempel, cetak emboss,
dan mesin tik konvensional, (3) seni grafis cetak tinggi cetak tinggi
adalah teknik paling mudah diantara teknik lainnya yang cocok diajarkan pada
siswa tingkat SMP, (4) seni grafis cetak tinggi cetak tinggi memiliki beberapa
tahap yang saling berkaitan atau continuous step, sehingga memerlukan
ketelatenan dan keseriusan berkarya, (5) seni grafis cetak tinggi cetak tinggi
menekankan unsur ekspresi dan kreasi disetiap tahap berkaryanya, yang dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam menggambar, mencukil, dan mencetak.
Sebagai salah satu fine art, seni grafis cetak tinggi mengalami pemerosotan
peminat, bahkan beberapa seniman seni grafis cetak tinggi lebih menarik untuk
pindah ke seni lukis, Patung, dan seni- seni lainnya. Sebagaimana dilansir
dalam majalah visual art edisi bulan juni 2010 halaman 27 yang menyatakan bahwa
banyak pegrafis yang hijrah ke seni-seni lain yang lebih populer dan digemari
saat ini. Mereka dihimbau untuk ”pulang”, agar seni grafis cetak tinggi yang
saat ini sekedar pelengkap penyerta seni rupa Indonesia, bisa eksis.”
Dalam observasi yang telah peneliti lakukan pada
kelompok guru Seni Budaya dan Ketrampilan (SBK) tingkat SMP di Kabupaten Blitar
pada tanggal 2-3 Oktober 2010, ternyata tidak ada satupun guru SBK yang
membelajarkan Seni grafis cetak tinggi dalam tataran praktek, semua guru hanya
memberikan pengetahuan tentang seni grafis cetak tinggi secara umum kepada
peserta didik. Peneliti berlanjut dengan melakukan observasi pada kelompok guru
SBK tingkat SMP di Kota Malang, hanya 1 SMP yang menerapkan seni grafis cetak
tinggi sebagai mata pelajaran praktek di sekolah. Melihat hasil observasi ini,
maka tidak heran jika seni grafis cetak tinggi menjadi seni murni yang
tertinggal dibanding dengan cabang seni murni (fine Art) yang lainnya.
Dari hasil obervasi juga diperoleh data bahwa
sebagian guru SBK enggan memasukkan materi seni grafis cetak tinggi dalam
tataran praktek karena keterbatasan alat dan bahan yang diperlukan.
Perkembangan teknologi telah mempermudah manusia
dalam berbagai aspek kehidupan, sedemikian halnya dengan berkarya seni grafis
cetak tinggi, tidak dibutuhkan alat dan bahan yang mahal, cukup dengan
menggunakan bahan-bahan sintesis karya seni grafis cetak tinggi dapat dibuat
seperti hardboard sebagai matrixnya,
cuter sebagai alat cukilnya, dan Cat Minyak sebagai tintanya, serta Spon
sebagai pengganti Rol. Karena
esensi seni grafis cetak tinggi bukan pada medianya tetapi pada tradisi dan
prosedurnya(Visual Art,2010: 23).
Oleh karena itu, sebagai langkah awal selain untuk
mengembangkan pendidikan seni grafis cetak tinggi sebagaimana tertera dalam
standar kompetensi lulusan pembelajaran seni rupa SMP (Depdiknas,2003),
pengenalan seni grafis cetak tinggi dalam tataran praktek dengan pendekatan dan
teknik yang tepat diharapkan juga mampu meningkatkan eksistensi seni grafis
cetak tinggi Indonesia khususnya di kota Malang.
Untuk mencapai tujuan tersebut guru perlu mengembangkan strategi
pembelajaran yang dapat mengembangkan daya sensitivitas dan kreativitas siswa
melalui seni grafis cetak tinggi. Salah satunya adalah dengan menggunakan
Pendekatan Ekspresi-Kreatif. Pendekatan Ekspresi-Kreatif adalah pendekatan yang
mengajak siswa untuk belajar mengungkapkan perasaan dan gejolak emosinya itu
dalam bentuk karya yang ekspresif. Siswa juga dirangsang untuk menciptakan
karya seni yang memiliki keanehan dan
kebaruan sebagai substansi dari kreativitas. (Harianti,2003)
Pendekatan Ekspresi
Bebas menurunkan Metode Ekspresi Bebas ,jadi istilah ”ekspresi bebas” dapat
digunakan sebagai Pendekatan atau Paradigma dan juga sebagai Metode (Tarjo,
2004: 134)
Adapun Metode
Ekspresi Bebas identik dengan metode Ekspresi-Kreatif (Jefferson, 1980) atau
metode Kerja Cipta. Jenis metode ini merupakan bentuk lain dari metode
menggambar bebas yang disarankan oleh A.J. Suharjo. Metode ini merupakan
pengembangan dari pendapat Victor Lowenfeld yang menganjurkan agar setiap guru
yang bermaksud mengembangkan kreasi siswanya untuk bebas berekspresi. Dengan
cara ini guru menjauhkan diri dari campur tangannya terhadap aktivitas yang
dilakukan siswanya. Atas dasar tersebut metode ini sering dinamakan Metode
Ekspresi-Kreatif atau Pendekatan Ekspresi-Kreatif. (Tarjo,2005:135)
Pada
metode Ekspresi-Kreatif dalam penelitian ini memiliki beberapa keunggulan,(1)
lebih mengutamakan ketrampilan proses, (2) Siswa diarahkan dari berimajinasi ke
berfikir yang lebih ekspresif atau pemuasan diri, (3) lebih mengetahui
kemampuan masing-masing siswa, (4) mampu memberikan motivasi yang lebih optimal
dalam mengembangkan kemampuan berkesenian siswa (Tarjo,2005)
Proses berkarya seni
grafis cetak tinggi yang memiliki 3 tahap kunci berkarya yang meliputi tahap
perancangan desain, tahap berkarya yang meliputi pembuatan matrix, pengerolan, dan pengepresan, dan tahap pencetakan.
Masing-masing tahap memiliki kompetensi yang berbeda, tahap pembuatan sketsa
merupakan tahap awal yang melandasi proses berkarya selanjutnya, melalui proses
pembuatan sketsa siswa menuangkan ide atau gagasannya dalam bentuk visualisasi
sketsa (Schinneller,1961:133-138).Dalam praktek pembelajaran di kelas siswa
kurang dapat menuangkan idenya secara ekspresif sesuai dengan ide dalam diri
siswa, mayoritas siswa memiliki kecenderungan untuk mencontoh gambar yang sudah
ada atau meniru temannya, sehingga siswa menjadi lemah dalam berekspresi yang
selanjutnya dapat melemahkan daya kreatifitas siswa (Harianti,2003). Penerapan
pendekatan ekspresi-kreasi sebagai salah satu pendekatan sekaligus metode untuk
mengembangkan kemampuan berekspresi siswa secara lebih original atau asli dari
diri siswa, diharapkan mampu meningkatkan kemampuan berkarya siswa terutama
dalam berkarya seni grafis cetak tinggi teknik hardboardcut yang menekankan ekspresi yang lebih
dalam setiap tahap berkaryanya.
Tahap pembuatan matrix sebagai bagian dalam tahap
berkarya menggunakan teknik cukil memiliki ranah pengembangan motorik, kogntif,
dan attitude siswa, yaitu siswa harus mampu mencukil papan hardboard , menerapkan
pola reflektif , dan emosi atau sikap yang sabar dalam
berkarya.
Tahap berkarya seni
grafis cetak tinggi teknik hardboardcut merupakan tahap penentu kepuasan
siswa, pada tahap ini siswa ditekankan mampu melakukan pencetakan dengan warna
dan media yang telah disediakan melalui teknik pengerolan, dan pengepressan.
SMP
Negeri 25 Malang sebagai tempat penelitian karena beberapa hal diantaranya; (1)
SMP Negeri 25 Malang merupakan SMP yang mempunyai kondisi fisik, sarana, maupun
guru yang memadai, sehingga memungkinkan untuk dilakukan penelitian (2)
Meskipun tergolong SMP yang baru berdiri di Kota Malang SMP Negeri 25 memiliki
perhatian yang cukup intens terhadap kesenian, termasuk diantaranya tercatat 2
kali siswa SMP Negeri 25 mengadakan pameran seni diantaranya pameran seni grafis
cetak tinggi di Mading Sekolah, dan Pameran karya daur ulang di Kantor
kelurahan Merjosari, (3) Pembelajaran
seni grafis cetak tinggi teknik cetak tinggi sebagai salah satu mata pelajaran
seni budaya belum menunjukkan wujud ekspresi siswa, selain itu teknik pembuatan
karya juga belum menunjukkan teknik yang standar berkarya seni grafis cetak
tinggi cetak tinggi, berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan,
pembelajaran seni grafis cetak tinggi cetak tinggi dilakukan dengan metode
ekspresi bebas, tetapi tidak ada perangsangan dan motivasi yang lebih dari guru
kepada siswa untuk membuat karya yang original, selain itu teknik pencetakan
seharusnya menggunakan cat cetak tetapi menggunakan cat besi yang memiliki
karakter lebih cair dari pada cat cetak, selain itu sistem pengerolan
seharusnya menggunakan rol, di sana menggunakan kuas, (4) S arana berkarya seni
grafis cetak tinggi cetak tinggi di SMP 25 Malang belum lengkap rol, dan meja
pencetakan tidak tersedia. Sehingga muncul beberapa yang hal yang kurang
optimal dalam pembelajaran diantaranya (1) ide atau gagasan siswa belum
tersalurkan dengan original atau asli dari dalam diri siswa, (2) beberapa karya
siswa nampak ada yang seragam, ini menunjukkan adanya unsur mencontoh dalam
berkarya, (3) teknik pencetakan yang kurang tepat terutama dalam penggunaan cat
besi dapat menyebabkan tinta tidak merata pada hasil cetakan, (4) teknik
pengerolan yang tidak menggunakan rol, tetapi menggunakan kuas menyebabkan
tinta masuk pada permukaan matrix
yang dalam sehingga ketika matrix
dicetak, bagian yang dalam ikut tercetak pula.
Berdasarkan
latar belakang tersebut, dengan salah satu upaya meningkatkan kualitas
pembelajaran seni budaya khususnya materi seni grafis cetak tinggi teknik cetak
tinggi, maka peneliti mencoba memecahkan masalah tersebut dengan pendekatan
ekspresi-kreasi. Adapun judul skirpsi yang dipilih adalah” Peningkatan Kemampuan Berkarya Seni grafis
Cetak Tinggi Teknik hardboardcut Melalui Pendekatan Ekspresi-Kreatif
Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 25 Malang”
![]() |
our logo design |
Artikel Lengkap bisa di unduh di bawah ini
Post a Comment