Renungan: Guru yang tak boleh ditiru
Table of Contents
barangkali sudah menjadi tulang dahi, bahwa profesi guru ternyata menjadi sebuah profesi idaman bagi pada setiap sarjana pendidikan. bukan karena kemuliaan fungsi dan tugasnya, tapi lebih karena gaji dan iming-iming dana pensiunan yang bisa diandalkan untuk kehidupab tua hingga meninggalkan dunia.
hal tersebut tidak sebanding dengan kenyataan profesi guru sesungguhnya di lapangan yang telah dilaksanakan oleh para guru yang notebene bertitel guru profesional. guru profesional secara legal mendapatkan tambahan gaji berupa tunjangan sertifikasi yang jumlahnya tak tanggung-tanggung sampai 8-15 juta per-tiga bulannya. dengan pemasukan sekian, harapan peningkatan kerja dan kinerja guru akan terus meningkat, namun harapan hanya harapan. peningkatan itu tidak sebegitu signifikan sesinergi dengan peningkatan tunjangan sertifikasi.
beberapa kasus di lapangan, sebagaimana tertera dalam tugas pokok guru terutama pembuatan perangkat pembelajaran, Penelitian Kelas(PTk), BANYAK diantaranya yang menggunakan metode plagiat, alias copy paste murni, tanpa ada unsur modifikasi agar konstekstual.selain plagiat, muncul inovasi untuk "menggarapkan" perangkat pembelajaran kepada "tukang ahli". tidak ada barang mustahil dengan peningkatan tunjangan, sekedar perangkat pembelajaran lengkap bisa dibeli dengan sangat mudah.
berbicara praktek mengajar di kelas, guru sertifikasi tidak sedikit yang mengidap penyakit ASMA(Asal Masuk Kelas), KUSTA (Kurang Strategi Dalam Mengajar), LESU( LEmah Sumber Belajar).
ini bukan hujatan, hanya sebuah refleksi publik bahwa tidak selalu yang nampak itu selalu sesuai dengan kenyataannya.
semoga guru bisa ditiru sebagaimana semboyan guru di-era 90-an
hal tersebut tidak sebanding dengan kenyataan profesi guru sesungguhnya di lapangan yang telah dilaksanakan oleh para guru yang notebene bertitel guru profesional. guru profesional secara legal mendapatkan tambahan gaji berupa tunjangan sertifikasi yang jumlahnya tak tanggung-tanggung sampai 8-15 juta per-tiga bulannya. dengan pemasukan sekian, harapan peningkatan kerja dan kinerja guru akan terus meningkat, namun harapan hanya harapan. peningkatan itu tidak sebegitu signifikan sesinergi dengan peningkatan tunjangan sertifikasi.
beberapa kasus di lapangan, sebagaimana tertera dalam tugas pokok guru terutama pembuatan perangkat pembelajaran, Penelitian Kelas(PTk), BANYAK diantaranya yang menggunakan metode plagiat, alias copy paste murni, tanpa ada unsur modifikasi agar konstekstual.selain plagiat, muncul inovasi untuk "menggarapkan" perangkat pembelajaran kepada "tukang ahli". tidak ada barang mustahil dengan peningkatan tunjangan, sekedar perangkat pembelajaran lengkap bisa dibeli dengan sangat mudah.
berbicara praktek mengajar di kelas, guru sertifikasi tidak sedikit yang mengidap penyakit ASMA(Asal Masuk Kelas), KUSTA (Kurang Strategi Dalam Mengajar), LESU( LEmah Sumber Belajar).
ini bukan hujatan, hanya sebuah refleksi publik bahwa tidak selalu yang nampak itu selalu sesuai dengan kenyataannya.
semoga guru bisa ditiru sebagaimana semboyan guru di-era 90-an
Post a Comment