Islami: Antara Syubhat dan Haram
Table of Contents
oleh:
Habib Novel bin Muhammad Al-Alydrus Solo
![]() |
Habib Novel bin Muhammad Al-Alydrus Solo disarikan dari tabloid mediaummat malang-silahkan klik disini untuk berkunjung ke rumahnya |
Sesungguhnya
yang halal itu sudah jelas dan yang haram itu sudah jelas, di antara keduanya
ada perkara syubhat yang tidak diketahui oleh banyak manusia. Barangsiapa
berhatihati dengan yang syubhat, ia telah memelihara agama dan kehormatannya.
Barangsiapa yang terjatuh pada syubhat, maka ia telah terjerumus pada yang
haram. HR.
Muslim
Kalimat itu diucapkan Rasulullah SAW lebih dari 14 abad silam.
Beliau memberi peringatan kepada kita untuk berhatihati dalam masalah halal dan
haram, serta sesuatu yang tidak jelas di antara keduanya. Hal itu menyangkut
rezeki yang didapat, makanan yang dikonsumsi, pakaian yang dikenakan, nafkah
yang diberikan kepada keluarga, dan halhal lain yang terkait dengan hidup
keseharian kita. Semuanya harus berasal dari yang halal, baik secara hukum
maupun secara zat. Allah SWT memerintahkan kita untuk selektif dalam
mengkonsumsi segala hal yang menjadi kebutuhan hidup kita.
Hai
manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkahlangkah setan; karena setan itu musuh yang
nyata bagimu. QS. AlBaqarah, 168.
Implikasi mengkonsumsi barang haram sangat signifikan bagi
kehidupan seseorang, baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia akan berdampak
pada perilaku, akhlak, psikologi, emosi, kesehatan, dan keturunan kita.
Sedangkan di akhirat ada dua ke mungkinan masuk surga dengan menikmati segala
kenikmatannya, atau neraka dengan menanggung segala siksanya.
Karena itu tak heran jika Abu Bakar sangat ketat dalam hal ini.
Di satu riwayat disebutkan bahwa suatu hari pembantu Abu Bakar datang dengan
membawa makanan. Seketika Abu Bakar mengambil dan memakannya. Sang Pembantu
berkata, Wahai Khalifah Rasululillah, biasanya
setiap kali aku datang membawa makanan, Anda selalu bertanya dari mana asal
makanan yang aku bawa. Kenapa sekarang Anda tidak bertanya. Abu
Bakar menjawab, Sungguh hari ini aku sangat lapar
sehingga lupa untuk menanyakan hal itu. Kalau begitu ceritakanlah, dari mana
kamu mendapat makanan ini. Si Pembantu menjawab, Dulu
sebelum aku masuk Islam profesiku adalah sebagai dukun. Suatu hari aku pernah
diminta salah satu suku untuk membacakan mantra di kampung mereka. Mereka
berjanji akan membalas jasaku itu. Pada hari ini aku melewati kampung itu dan
kebetulan mereka sedang mengadakan pesta, maka mereka pun menyiapkan makanan
untukku sebagai balasan atas jasa perdukunan yang pernah kuberikan. Mendengar
itu spontan Abu Bakar memasukkan jari ke kerongkongannya agar bisa muntah.
Setelah muntah Abu Bakar berkata, Jika untuk mengeluarkan makanan itu
aku harus menebus dengan nyawa, pasti akan aku lakukan karena aku pernah mendengar
Rasulullah SAW bersabda, Tidak ada daging yang tumbuh dari
makanan yang haram melainkan neraka layak untuk dirinya.
Begitulah Abu Bakar. Contoh pemimpin yang menjaga dirinya dari
hal hal syubhat. Di zaman ini kita harus berhatihati, sebab zaman ini adalah
zaman syubhat. Para ulama menyatakan, tidak sepatutnya seorang yang berilmu
bingung membedakan yang baik dan buruk. Sebab, kebaikan dan keburukan adalah
dua hal yang sangat jelas, setiap orang dapat membedakannya.
Seorang berilmu ketika harus memilih satu di antara dua kebaikan
atau dua keburukan, maka dia akan memilih kebaikan yang terbaik dan
meninggalkan keburukan yang terburuk. Sebagai contoh, jika ada seseorang ingin
melukaimu dengan tongkat atau pisau, dan kau tidak dapat menghindarinya, maka terluka
oleh tongkat lebih ringan. Atau ada seseorang tidak mampu berjalan, sedangkan
kau mampu. Jika kau turun dari hewan tungganganmu dan menyuruhnya naik, maka
itu lebih baik daripada engkau boncengkan dia, meskipun kedua duanya baik.
Beginilah keadaan kami di zaman ini. Memilih yang terbaik dari
dua kebaikan dan meninggalkan yang terburuk dari dua keburukan merupakan salah
satu kaidah agama yang disampaikan oleh para salaf seperti Imam Malik bin Anas
dan ulama lainnya. Semoga Allah meridhai mereka semua.
Barang siapa tidak mengetahui kaidah ini, maka dia adalah
seorang yang bodoh. Jika dia tidak mengetahui kaidah ini dan memandang dirinya
sebagai seorang yang berilmu, maka dia adalah seorang yang teramat bodoh. Dia
seperti seorang kikir yang merasa dirinya sebagai seorang dermawan. Orang
seperti ini adalah orang yang teramat kikir.
Post a Comment