Seni: Kemelut Batasan Desain dan Seni
Table of Contents
Dalam dunia desain
graphic hingga sampai sekarang saya belum pernah menemukan aktivitas yang
disebut dengan apresiasi ilmiah desain graphic(baca-desain dengan aplikasi
komputer). Lain halnya dengan seni rupa murni termasuk di dalamnya seni lukis,
seni grafis(cetak), seni patung, seni keramik, yang kesemuanya dapat dikaji
secara ilmiah melalui pendekatan formalistik, hingga kritik. Hasil kajian
ilmiah ini bahkan dapat diakui sebagai skripsi pada jenjang S1 dan tesis pada
jenjang S2.
![]() |
desain |
Sebenarnya dulu saya
sempat melihat skripsi ilmiah tentang desain graphic, namun ketika dipahami
lebih jauh tetap tidak sama ilmiahnya dengan seni murni. Letak perbedaannya pada:
- Seni murni dapat diapresiasi ilmiah mulai dari proses hingga produk akhirnya secara utuh, desain graphic hanya dapat diapresiasi bagian prosesnya adapun hasilnya sulit diapresiasi karena proses pembuatannya yang tidak langsung luwes bersentuhan dengan tangan.
- Karya seni murni merupakan kualitas langsung dan murni dari pembuatnya, sedang desain grapic meskipun dapat dikatakan kualitas langsung dari pembuatnya, tapi masih bergantung pula pada kualitas cetakannya atau media display-nya.
![]() |
Lukisan |
Itulah dua hal yang bila
diperpanjang akan semakin meruncingkan bahwa seorang desain graphic tidak dapat
disebut seniman, dan desain graphic juga tidak dapat disebut sebagai seni,
melainkan disebut desainer dan creative design. dua istilah yang berbeda
seniman dan desainer- seni dan design.
Saya masih mencoba
mencari referensi terkait bahasan ini, bila sudah ketemu maka hal ini akan
menjadi ilmiah, alias tidak sekedar opini belaka.
Berikut ada petikan tulisan tangan FX. Harsono Seorang
seniman Kontemporer-spesiaslisasi Instalasi Art dan performance Art.
Saya agak terkejut
membaca tulisan Saudara Eka Sofyan Rizal yang berjudul “Desain Itu Seni
Terapan”. Pernyataan tentang terapan sudah jelas bahwa itu melekat dengan
fungsi, sehingga tidak perlu dipermasalahkan. Tetapi ketika kata terapan
dikonotasikan sebagai sebuah hasil kerja dari seorang desainer yang harus
obyektif dan bebas dari pengaruh subyektifitas, hal ini yang agak
membingungkan. Yang saya tangkap bahwa Eka terjebak pada pemikiran yang
dilandasi oleh ideologi modernisme. Yang mana antara seni terap dan seni murni
dilihat dalam konteks oposisi biner. Seniman pembuat karya seni murni dan
desainer pembuat karya seni terap. Seniman dalam penciptaan karya seni otonom,
karya seni murni merupakan ekspresi individu yang subyektif yang menghadirkan
keunikan individu, karya yang memancarkan otentisitas seniman yang bersifat
tunggal, deepness dan
aura estetis yang subyektif dan individual sangat mewarnai karya seni.
Pemikiran yang
dilandasi oleh modernisme ini sudah lama ditinggalkan oleh para seniman di
dunia sejak tahun tahun 60-an hingga 70-an. Di Indonesia sendiri pemikiran ini selesai
sejak munculnya Gerakan Seni Rupa Baru. Praktik seni rupa sulit sekali
dibedakan dengan praktik pembuatan karya seni terap. Seni murni yang tadinya
dikerjakan oleh tangan seniman sendiri, karena tangan seniman dianggap sebagai
jarum seismograf dari rasa dan emosi seniman sudah ditinggalkan. Pemujaan
terhadap otentisitas dan ketunggalan tidak lagi menarik. Karya-karya seni rupa
meninggalkan deepness kini
menghadirkan hal-hal yang banal, kitsch, dan sangat sementara – seperti
karya-karya instalasi. Seniman membuat perencanaan yang dikerjakan oleh sebuah
team pelaksana sebagaimana seorang desianer.
Sebaliknya karya seorang desainer tidak lagi hanya
sekedar bermuara pada obyektifitas dan pasar. Saya melihat bahwa karya-karya
desianer grafis yang baik serta memiliki keunikan dan sangat cerdas, tidak bisa
dipungkiri bahwa itu bersumber pada pengalaman individu, pemahaman kebudayaan
yang juga bersifat personal serta pengalaman hidup dan lainnya yang sangat personal. Jelas bahwa
subyektifitas melekat pada setiap karya seni yang bernama desain.
Praktik dalam dunia desain grafis seringkali sulit
dibedakan dengan praktik seni rupa lainnya. Sebagai contoh karya “Change
Yourself” dari Iwang harus dikategorikan apa? Seni rupa? Atau Desain Grafis?
Karya itu secara kebentukan dan media-media yang digunakan adalah sebagai
desain grafis, tetapi karya itu tidak hanya beredar dan dimaknai sebagai desain
grafis, karena karya itu telah dipamerkan di galeri seni rupa kontemporer
sebagai proyek seni rupa yang bagus. Karya-karya seni terap yang lain seperti
illustrasi, graffiti atau objek visual lainnya yang semula dikategorikan
sebagai seni terap, kini beredar dari satu galeri seni rupa ke galeri seni rupa
kontemporer lainnya. Semakin tipisnya batas antara satu displin seni dengan
seni lainnya adalah fenomena yang umum terjadi pada dunia seni kontemporer yang
dilandasi oleh kebudayaan post modern. Artinya kalau kita memposisikan karya
seni kita masih dalam kategori-kategori seni terap dan seni murni, berarti kita
memposisikan diri kita dalam masa lalu yang telah ditinggalkan.
Kalau kita masih ingin membedakan antara desain dan
seni rupa, maka perbedaan itu terletak pada fungsi. Desain grafis mempunyai
fungsi untuk menyampaikan sebuah pesan kepada khalayak, sehingga sebuah desian grafis
mengemban fungsi sosial pada pesan yang diemban yang disampaikan kepada
khalayak luas dengan melalui media yang sudah direncanakan untuk bisa
menjangkau khalayak luas. Sedangkan seni rupa sebagai ekspresi individual yang
tak mempunyai fungsi sosial yang bertindak sebagai mediator untuk menyampaikan
pesan kepada khalayak luas, sehingga juga tidak mengemban tanggungjawab sosial
yang sama seperti desain grafis. Namun seni rupa tetap mempunyai tanggungjawab
sosial, karena seni rupa juga mempunyai makna dan nilai-nilai sosial. Bagi saya
membatasi diri dalam sebuah pengkotak-kotakan justru membatasi cakrawala
seorang desainer, seniman atau perupa dalam penggalian ide-ide kreatif dalam
proses penciptaan karya seni rupa atau karya desain. Sempitnya orientasi dan
cakrawala pada akhirnya akan berpengaruh terhadap nilai estetis sebuah karya
seni sehingga tak akan mampu menembus batasan-batasan seni sebagai bagian dari
kebudayaan. http://dgi-indonesia.com/desain-itu-juga-seni-rupa/
Cukup jelas sebenarnya, hanya tetap nampak kotak-kotak
definisial Dimana desain tetaplah desainer, seni juga tetap seniman tanpa ada
penyamaan gender diantara keduanya. Meskipun dalam praktek penciptaan karya
menggunakan pendekatan estetika dan keorginalitasan. Adapun seni yang mencoba
bergeser menembus batas-batas berkesenian dengan memasuki area desain, dapat
disebut sebagai pencitraan seni sebagai media sosial yang semakin mengukuhkan
diri sebagai seni kontemporer, tidak sekedar modern.
tapi ada yang aneh dengan wikipedia indonesia,
Desain biasa diterjemahkan sebagai seni terapan, arsitektur, dan berbagai pencapaian kreatif lainnya. Dalam sebuah kalimat, kata "desain" bisa digunakan baik sebagai kata benda maupun kata kerja. Sebagai kata kerja, "desain" memiliki arti "proses untuk membuat dan menciptakan obyek baru". Sebagai kata benda, "desain" digunakan untuk menyebut hasil akhir dari sebuah proses kreatif, baik itu berwujud sebuah rencana, proposal, atau berbentuk obyek nyata.
Proses desain pada umumnya memperhitungkan aspek fungsi, estetik dan berbagai macam aspek lainnya, yang biasanya datanya didapatkan dari riset, pemikiran, brainstorming, maupun dari desain yang sudah ada sebelumnya. Akhir-akhir ini, proses (secara umum) juga dianggap sebagai produk dari desain, sehingga muncul istilah "perancangan proses". Salah satu contoh dari perancangan proses adalah perancangan proses dalam industri kimia.
semakin seru.....
Post a Comment