Ada juga Tiada
Table of Contents
Matahari terasa tepat di atas kepala, panasnya merambat merata hingga ujung kaki.
Mata kelelahan membuka mata, karena teriknya.
Bibir pecah-pecah kehausan.
Tangan gemetaran tanpa pegangan.
Kaki lelah berjalan.
Berhenti sejenak, merunduk menikmati perihnya sapaan mesra dari sang Surya. Saat perih, jauh di dasar rasa itu ada angin lirih menyejukkan, mengurai secuil panas mengubahnya menjadi air mata, meski hanya setetes, hanya setetes.
Angin lirih itu datang, pergi tanpa bisa dikendalikan, air mata pun berderai tak terelakkan.
Membuka segudang bahkan mengurai seluruh isi kepala yang tertutup, terkunci rapat.
Kaki yang awalnya lelah, dipaksakan berlari, mengejar berharap bisa mendekap selama mungkin, sekuat mungkin.
Post a Comment